Thursday, June 29, 2017

Jika kamu merasakannya



Sudah lama saya ingin mengungkapkan apa yang saya rasakan, tapi kadang saya bingung harus memulai darimana..

Pikiran ini penuh, tapi begitu didepan leptop tiba-tiba dia bilang “mau ngomong apa ya.. Mulai darimana ya.. Bagaimana ya mengungkapkannya.. Dan lain sebagainya..”

Sebenarnya saya mau ngomongin apa ya.. Coba diikuti saja ya.. Perasaan ini muncul ketika saya merasa heran dengan orang yang tidak mengerti apa yang orang lain rasakan, ko bisa tega ya? Ko dia gitu ya?

Well, kita memang tidak bisa memaksakan orang lain untuk merasakan hal yang sama dengan apa yang kita rasakan. Perasaan saya saja yang kadang terlalu baper alias bawa perasaan tiap liat orang lain, terlalu over thinking.. “how if i was on that situation? Gimana kalo saya yang ada diposisi mereka? Gimana kalo saya ngerasain apa yang mereka rasain? Gimana kalo itu saya? Saya mau orang lain apa kalo saya ada diposisi itu?.. And so many think…”

Bagaimana ya menyebutnya..

Before that.. Saya tidak mau menjadi seorang yang menghakimi, melebeli seseorang dengan istilah atau panggilan yang buruk.. Sampai sekarang saya masih berpikir istilah apa yang pantas untuk menyebut seorang wanita yang mau-maunya meladeni seorang lelaki yang sudah mempunyai hubungan dengan wanita lain, tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan wanita tersebut.. Any idea? Akhirnya.. Tulisan ini adalah tentang wanita itu.

Saya pernah berada diposisi itu, beberapa masa menuntun saya untuk jadi wanita seperti itu.. Jadi wanita yang didekati oleh seorang lelaki yang have a relationship dengan wanita atau sebutlah.. Istri orang lain. Lebih dari lima kali, enam, delapan atau sepuluh? Entahlah.. Tapi yang paling saya ingat ada tiga masa yang sampai sekarang saya jadikan sebagai pengingat dan warning besar buat saya.

Yang pertama adalah masa ketika saya masih “bau kencur”, kelas satu SMA. Pada saat itu saya ingin sekali merasakan hal yang namanya “pacaran”, seperti teman saya kebanyakan. Akhirnya saya pun punya pacar, dengan latar belakang “ikut-ikutan”, yang saya rasakan bukan cinta, tapi perasaan bangga karena.. Hey look! Finally i have a boyfriend.. Hahaha plis deh nong. Tapi kebanggaan itu ga bertahan lama dua minggu setelah memutuskan untuk menjalin hubungan saya didatangi seorang wanita, she said that “memang saya sama pacar kamu sekarang sudah putus, tapi kita sudah lama menjalin hubungan, saya sangat mencintai dia, salah saya karena terlalu keras sama dia, saya mohon lepaskan dia buat saya”

Masih awam soal relationship tiba-tiba dihadapkan dengan hal seperti itu, tapi apa yang saya lakukan? Saya memutuskan untuk melepas “pacar pertama” saya, because why? Saya gak mau menyakiti perasaan wanita itu, lagi pula sayapun masih belum paham makna menyukai seseorang, tidak seperti wanita itu yang sangat mencintai dia, saya tidak mau berbahagia dengan dia sedangkan wanita itu menangis karena masih mencintainya. Akhirnya kisah cinta pertama sayapun selesai hanya dalam waktu dua minggu.

Yang kedua adalah masa ketika saya kuliah, tingkan dua. Saat itu saya sedang mengalami masalah keluarga dan perekonomian. Untuk seseorang yang bisa kuliah karena “beasiswa”, tambahan uang saku sangat saya butuhkan untuk membeli pelbagai kebutuhan kuliah dan tinggal di tempat kost. Saat saya sedang mengajukan beasiswa lainnya pada lembaga pendidikan tingkat provinsi tiba-tiba saja seorang lelaki mendekati saya, tampilannya sangat berpendidikan, good loking, saya kira sih bujangan tua yang mentingin karier. Saya tidak terlalu merespon terhadapnya tapi saya terpaksa meresponnya karena dia yang mengurus beasiswa saya itu. Pada suatu sore tanpa saya tahu diapun menjemput saya dengan kendaraan pribadinya di depan kampus, kami pun pergi. Dia membawa saya ke suatu restoran cukup mewah, menawarkan saya macam-macam makanan, treat me like i’m a princess. Dia bilang senang dengan cara hidup saya, dengan saya dan ingin menjadikan saya.. “istri kedua”

What?! Betapa kagetnya saya begitu dia bilang istri kedua. Pada saat itupun saya langsung menyadarkan diri, “jangan sampai terlena. Ini bukan hal yang wajar walaupun baik”. Jadi istri kedua itu baik, kan? Agamapun membolehkan, kan? Dia menceritakan kehidupan rumah tangganya yang tidak terlalu baik, istrinya yang tidak menurut padanya, gaya hidup istrinya yang glamour dan lainnya.. Saya cuma bisa mendengarkan dan berharap masa ini segera berlalu, kepingin cepat pulang dan bernafas, rasanya sesak pergi dengan suami orang lain. Setelah pulang sayapun memutuskan untuk tidak lagi ada kontak dengan dia, beasiswa gak di urus? Gak masalah! Biar Allah yang ngatur rezeki saya dikesempatan lainnya. Saya sangat tidak ingin menyakiti istrinya, pun  saya tidak ingin jika nanti saya sudah punya suami, suami saya menceritakan keburukan saya di depan wanita lain lalu mengajak wanita itu jadi istri kedua, itulah kenapa sejak saat itu saya tidak lagi mau berhubungan dengan dia.

Masa yang ketiga adalah ketika saya menjalani kesibukan mahasiswa semester akhir. Seseorang yang dulu pernah menempati ruang di hati saya mengatakan “bulan depan saya menikah. Mungkinkah ada kesempatan kita untuk bisa bersama lagi? Kalo ya, saya akan memutuskan untuk berhenti dengan ini”. Seketika saya pun merindukannya, menginginkannya., seseorang yang dulu dengan perhatian, pengertian dan kasih sayang yang banyak terhadap saya, seseorang yang bahkan sudah saya lepaskan tapi tetap menggenggam saya dengan erat, mungkinkah jika saya melewatkan kesempatan ini saya akan dapatkan yang lebih baik dari dia? Atau setidaknya yang seperti dia?

Satu, dua, tiga jam berlalu.. Pikiran macam apa ini.. Saya pun langsung menyadarkan diri, saya memutuskan untuk mengatakan “tidak” dan menghentikan semua kontak dengannya. Sebelumnya saya sempat mengucapkan selamat atas pernikahannya, memberikan doa dan beberapa video nasehat tentang pernikahan dari ustad yang saya kagumi.

Biarlah.. Semoga nanti saya dipertemukan dengan orang yang lebih baik atau jika tidak, saya bersabar terhadapnya. Tidak mungkin saya menghancurkan hati wanita yang sudah berharap dengan kebahagiaan pernikahan, tidak mungkin saya menghancurkan hati wanita itu dan keluarganya. Berbahagialah, saya pun akan berbahagia dengan jalan saya..

Waktu berlalu begitu cepat, saya bertemu bahagia dan harapan. Namun tidak berlangsung lama. Akhirnya saya merasakan masa dimana saya harus mendapati bahwa saya bukanlah satu-satunya wanita. Kenapa saya harus mengalami ini? Padahal saya tidak pernah menyakiti wanita lain dengan mengambil bahagianya. I’m feeling so sad, I’m crying all night long. Tapi apa yang saya lakukan? I try so hard.. Buat ikhlas, buat melepas, saya pun ingin dia bahagia. “mungkin saya bukanlah bahagianya, meski dia adalah bahagia saya”. I just want to know you girl, saya cuma mau bilang “jaga dia baik-baik, perlakukan dia baik-baik, jangan sampai lengah dan lepas dari kamu, seperti dia lepas dari saya” belum sempat saya mengatakan itu, kamu sudah menutup kontak dengan saya, berbahagia di atas tangisan saya dengan dia “bahagia saya”.

Mungkin memang seperti itulah sifat lelaki, mencari jeda dari hubungannya. Beberapa hanya sampai melirik, beberapa melewati batas. Beberapa melakukannya dengan cara baik, beberapa tergesa-gesa. Tapi disitulah kita sebagai wanita untuk memahami wanita lain, wanita yang sedang dalam hubungan dengan lelaki itu. Bagaimana jika kamu ada diposisi wanita yang diambil lelakinya? Baiklah bukan diambil, lelaki itu yang datang duluan padamu. Tapi tetap saja kamu harus mengerti bagaimana perasaan wanita itu. Bagaimana jika kamu ada diposisi dia? Bagaimana jika lelakimu pergi dengan wanita lain? Apa kamu senang melakukannya? Senang berbahagia di atas tangisan orang lain? Senang orang lain mengemis dan terlihat iba dihadapanmu? Kok bisa sih? Kok tega ya? Apa kamu manusia?

Saya tidak pernah berdoa agar kamu merasakan yang saya rasakan, bahkan saya berdoa agar jangan ada lagi wanita yang merasakan hal yang sama seperti saya. Sungguh! Saya sudah ikhlas untuk lagi-lagi melepaskan.

Tapi ternyata semua itupun tidak berlangsung lama, harapan dan bahagia saya kembali. Apa saya bisa bahagia sepenuhnya? Tidak. I’m thinking about you girl. Are you sad? Apa kamu sedang menangisi kembalinya dia kepada saya? Sungguh! Saya peduli padamu, walau saya tidak ingin bahagia saya kembali padamu. Saya ingin kita bicara dengan baik, saling terbuka dan memahami sebagai seorang wanita. Saya malah ingin jadi seorang yang menepuk bahumu dan mengatakan “tidak apa-apa, nanti akan lebih baik” tapi kamu menutup diri, menutup kontak dengan saya sama sekali. Saya cuma berharap, pun kamu semoga mendapatkan bahagia dan harapanmu dengan yang lain.

Get something girl?

Jangan lagi ya melakukan hal yang seperti itu. Mengambil itu harus dengan cara yang baik agar hasilnya pun baik. Jalan hidup ini memang takdir, tapi pilihan masih bisa kita yang menentukan. Note ini saya buat bukan untuk menyombongkan diri, saya cuma ingin orang lain mengambil pelajaran dari ini, dan khususnya buat saya, agar saya tidak pernah jadi wanita yang mengambil kebahagiaan orang lain atau bahagia di atas tangisan wanita lain. Kecantikan itu bukan segalanya, senang tho parasmu dilihat oleh lelaki banyak? Lalu dipuji “cantik, luar biasa, manis, dan lainnya.”? Hal seperti sudah tidak special buat saya.

Saya tidak pernah iri dengan kecantikan orang lain, saya bersyukur dengan diri saya, saya tidak pernah repot ke salon, bahkan sampai sejauh ini cuma sekali seumur hidup saya pergi ke salon. Saya iri pada wanita yang hanif, sederhana parasnya, teduh bila dipandang, menutup auratnya.

Akhirnya.. Semoga kita semua selalu dalam bahagia.

*nyambil denger lagu rihanna – cry*

29 juni 2017

No comments:

Post a Comment