Intan
Hitam
Seperti
biasa wanita ini selalu mengenakan pakaian kantor yang berwarna hitam, Intan
namanya, nama yang sesuai dengan parasnya yang cantik bak intan permata. Namun
tak pernah sekalipun aku melihatnya tersenyum pada siapapun, tak pernah sekalipun
selama dua tahun aku naik bus yang sama dengannya. Aku tahu namanya pun dari
tetangga dan pak RT, bahkan menurut tetanggaku, ketika ia melaporkan akan
tinggal di komplek kami pun ia tak berbicara sedikitpun, hanya menyerahkan data
kependudukan yang di butuhkan. Tidak ada satu orangpun dari komplek rumah kami
pernah mendengar suaranya. Setiap kali aku menyapanya pun ia hanya membungkukan
badannya seolah tanda salam yang ia berikan, tak pernah tersenyum apalagi bicara.
Aku
selalu di belakangnya setiap pagi, karena rumahku berada di sebelah kanan
rumahnya, sedangkan jalan menuju halte ke arah sebelah kiri. Aku akan berangkat
ke sekolah jika aku sudah mendengar suara gerbang rumahnya di bukakan, ia
selalu berangkat pukul 06.15 WIB terlalu pagi ku rasa untuk orang-orang yang
sudah bekerja tapi mungkin itu semua karena jarak kantornya yang cukup jauh.
Kejadian
ini selalu berulang selama enam hari dalam seminggu, pukul 06.20 WIB ia selalu
menoleh ke belakang dan membungkukan badannya kearahku sebelum sesaat tiba di
halte bus lalu aku selalu tersenyum membalas sapaannya, tak pernah bosan aku
melakukan ini, aku menyukainya, juga menyukai setiap kejadian yang kami alami. Pukul
06.25 WIB bus tiba di halte yang kami tunggu di gang depan komplek perumahan
kami. Aku dan Mba Intan menaikinya bersama, tak jarang ia mengajakku duduk
disampingnya dengan melihat padaku dan memukulkan tangannya pada kursi kosong
di sebelahnya. Meski begitu tak pernah sekalipun kami berbincang, sekedar
menanyakan nama, jenis pekerjaannya, ataupun keluarga walaupun rumah kami
bersebelahan. Entah mengapa aku tak pernah punya keberanian untuk bertanya atau
mengajaknya berbincang, sepanjang perjalanan kami hanya diam, ia selalu melihat
ke arah jendela dan aku kadang-kadang membaca buku pelajaran yang kubawa saat
itu.
Pukul
06.40 WIB bus tiba di depan sekolahku, aku berdiri untuk segera turun dan
melihat kearahnya seolah berpamitan padanya dan lagi, ia hanya membungkukan
badannya. Setelah aku turun, bus itu berangkat lagi dan aku memandangi bus itu
pergi hingga tak dapat lagi aku melihatnya. Aku selalu bertanya-bertanya apakah
ia selalu begitu meskipun ia sedang bekerja, selalu diam dan tak pernah
berbicara, apa sebenarnya pekerjaannya dan jenis pekerjaan apa yang menerima
pegawainya selalu diam. Tapi aku menyukainya, menyukai setiap apa yang ada
padanya.
Pukul
13.40 WIB aku sudah selesai sekolah dan menunggu bus di halte yang sama ketika
aku turun. Tak pernah ku dapati Mba Intan di dalam bus sana, meski aku selalu
berharap untuk selalu bersamanya dalam satu bus meski kami hanya diam. Pastinya
aku mengira bahwa ia belum pulang dari temapat ia bekerja, tapi tak pernah ku
dapati ia pulang dari tempat bekerja meski sampai pukul 21.00 WIB aku menunggu
suara gerbang rumahnya di bukakan, tak pernah. Wanita ini benar-benar membuatku
bingung, seperti apa sebenarnya kehidupannya. Setiap sore ataupun malam tak
pernah ku dapati dirinya pulang, namun setiap pagi kami selalu berangkat bersama.
Siapa sebenarnya dia ini?
Hari
ini hari pertama di tahun ke tiga aku dan dia bersama menaiki bus yang sama,
kali ini aku memutuskan untuk di kursi panjang belakang bus, tidak duduk di
sampingnya. Hari ini ku putuskan untuk tidak masuk sekolah dan pergi untuk turun
dari bus ini bersamanya, mengikutinya kemana ia pergi. Pukul 06.20 WIB bus
berangkat dan sepanjang perjalanan tak pernah lengah aku memperhatikannya dari
belakang sini. Pukul 06.40 WIB seharusnya aku turun di halte depan sekolah,
namun aku tetap pada niatan pertamaku untuk mengikutinya.
Pukul
06.50 ia masih belum turun dari bus, aku semakin bertanya-tanya sebenarnya
sejauh mana tempat ia bekerja. Ia masih melihat ke jendela sepanjang jalan.
Pukul 07.30 WIB kurasa sebentar lagi tempat pemberhentian terakhir dari bus ini, sudah mendekati
terminal. Akhirnya ia turun, sebelum bus berhenti di terminal. Aku mengikutinya
dari jauh, ia menyebrang jalan, kurasa ia akan menaiki angkutan umum
selanjutnya. Tapi ternyata ia memasuki pemakaman dekat terminal. Apa yang dilakukannya? Ia semakin menampakakan imagenya sebagai wanita misterius yang
selalu memakai pakian hitam, tidak pernah berbicara, tidak pernah tersenyum dan
sekarang pergi ke pemakaman. Aku melihatnya dari kejauhan, ia berhenti di satu
makam yang sangat bersih dan rapih, mengeluarkan bunga dari tasnya dan menaburkan
bunga tersebut. Setelah lima menit duduk disana ia berdiri, menoleh ke belakang
dan melihatku yang memperhatikannya dari kejauhan.dengan tatapan yang sangat
tajam Aku sedikit canggung dan kurasa
takut, namun ia tidak menghampiriku, ia mambalikan badannya lagi dan berjalan
lurus, menginjak makam-makam yang di lewatnya, berhenti di balik satu pohon
besar, dan menghilang….
30
Januari, 2014
Siti
Sischa Lusiana