Wednesday, July 29, 2015

I'd Never Planned

Cinta itu susah  ditebak  jalannya. Dia sering menghkhianati apa yang ada di depan mata dan hanya peduli dengan apa yang dia rasa.
Pagi ini, lagi, Edgar mengirim bingkisan untuk yang ke.. kalo gak salah hitung, ini sudah ke tiga belas kalinya. Aku membuka bungkisan itu, kali ini coklat, pulpen yang lucu dan sebuah kertas yang bertuliskan “Semangat untuk hari ini Dinda J have a great day!.. salam Edgar”
Yaampun… 2015 masih aja gitu ya pake surat-suratan segala, sekarang kan zaman canggih. Tinggal kirim sms aja kali -_-  Awalnya aku senang dan sangat berterimakasih mendapatkan bingkisan dipagi hari, berasa ada yang memperhatikan gitu,tapi ya lama-lama risih juga!
Edgar teman kantorku, satu divisi, sering bertemu satu sama lain dikantor. Edgar selalu berangkat lebih awal hanya untuk lewat ke depan rumahku dan meninggalkan bingkisannya. Aku sudah memperhatikan sejak lama. Untuk wanita pada umumnya mungkin akan tergugah hatinya karena perhatian yang bisa dibilang romantic ini, tapi aku tidak! Aku merasa mual. Aku pernah mengatakan padanya untuk menghentikan ini semua. Tapi Edgar tetap melakukannya. Bikin makin mual!
Siang itu sebelum pergi ke kantin untuk mencari makan siang, aku menemui Edgar.
Can we talk? Just for a moment?” pintaku.
“Oh ya. Boleh. Apa?” jawabnya sambil merapikan mejanya dan memberikan sedikit senyuman.
“Edgar, aku sangat berterimakasih atas bingkisan yang selalu kamu kasih akhir-akhir ini dan aku senang menerimanya. Tapi Please, hentikan! Jangan dijadikan kebiasaan, kalo sering begini aku jadi gak enak juga nerimanya.” Jelasku.
Why? Aku seneng dan ikhlas kok melakukannya.”
“Tapi aku..”
“Kenapa?”
“Gapapa, lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan” kataku sambil memberi senyum yang dipaksakan dan berlalu.
Percakapan kami berakhir disitu. Untuk orang pada umumnya, seharusnya ia mengerti apa maksudku. Come on! Kita sudah dewasa, sudah bekerja! Bukan lagi anak SMA yang baru kasmaran. Harusnya sih dia ngerti kalo aku ini gak mau nerima bingkisannya karena aku gak suka sama dia. Bukannya ke-pe-de-an, tapi ya kalo buka ada rasa suka atau semacamnya, ngapain coba seorang laki-laki setiap pagi selalu memberi bingkisan dan kata-kata penyemangat buat seorang wanita kalau bukan karena rasa itu. Yaa.. kecuali dia melakukan hal yang sama buat semua wanita yang dia kenal. Tapi kan gak mungkin dia sempet nyiapin bingkisan buat semua wanita yang dia kenal. Or whatever!
Huft.. ya sudah mau gimana lagi akhirnya aku membiarkan Edgar untuk terus melakukan “kebiasaanya” itu dan ya… menerima bingkisannya. Kan mubadzir kalo dibuang. Hahaha..
Aku tidak pernah tahu betul kenapa aku sangat tidak menyukai hal yang dilakukan Edgar, padahal dia sudah baik dan mau repot-repot melakukan hal itu. Sebenarnya aku ingin menbuka hati untuk apa yang Edgar lakukan, tapi aku tidak bisa. Aku merasa sudah mengkhianati seseorang jika aku menerima apa yang dia lakukan, padahal aku tidak memiliki seseorang yang dibilang special.
Oke, aku memang tidak memiliki seseorang yang special. tapi hatiku, punya! I can’t deny, I have someone that I loved. Feri, namanya Feri, Feri Febriana. Dia temanku semasa SMA. Kita, maksudku aku dan Feri tidak pernah saling dekat satu sama lain. Hanya beberapa waktu kita sering berpapasan, dikantin sekolah ataupun lorong kelas, karena sekalipun kita tidak pernah satu kelas. Aku tidak terlalu ingat kapan pertama kali aku mulai jatuh cinta dan kenapa aku jatuh cinta kepadanya, tapi yang jelas aku masih jatuh cinta padanya, sampai sekarang.
Aku tidak pernah berani mendekatinya apalagi mengatakan cinta kepadanya karena ia punya pacar yang sangat cantik. Tapi bukan itu maksudku masalahnya, karena aku rasa akupun tidak kalah cantik dengan Lily, pacarnya Feri itu. Aku hanya tidak ingin mengganggu dan mengusik kebahagiaan Feri, lagipula belum tentu juga Feri mau menerima pernyataan cintaku apalagi menerima cintaku jika aku mengatakannya. Akhirnya aku hanya menyimpan perasaan ini selama enam tahun, yaa enam tahun kalau dihitung sampai sekarang. Amazing!
There’s no one knows about my heart and what I’m feeling. Karena aku kira lama-lama aku bisa menghapus perasaanku untuk Feri, tapi aku tidak bisa! Bahkan setelah aku mencoba untuk menerima cinta dari yang lain dan mencintai yang lain, aku tetap tidak bisa menghapus perasaanku untuk Feri. Oh my God! bisa dibayangkan betapa tersiksanya aku dengan perasaan ini? Dan lebih mengerikannya lagi, Feri dan Lily tidak pernah putus sampai sekarang. Aku merasa sangat lelah dengan perasaan ini. Huft!!
Sejujurnya aku ingin mencoba mencintai dan membuka hati untuk Edgar, tapi aku takut aku hanya mempermainkan perasaanya karena perasaanku untuk Feri ini. Akhirnya aku hanya menutup hati ini, sampai entah siapa yang sanggup untuk membukanya. Aku sih pinginnya Feri, eh tapi tidak juga sih. Biarkan Feri bahagia dengan Lily dan aku menemukan seorang yang mencintaiku dan aku cintai. Sepertinya itu lebih membahagiakan.
I just waiting for that moment. Saat dimana aku bisa menemukan seorang yang bisa aku cinta seperti aku mencintai Feri, bahkan mungkin lebih. Aku tidak pernah ingin memaksakan hati ini untuk segera mencintai dan melupakan seseorang, aku hanya membiarkannya, mengikuti apa yang ia inginkan. Karena cinta itu susah  ditebak  jalannya. Dia sering menghkhianati apa yang ada di depan mata dan hanya peduli dengan apa yang dia rasa.
You know! I never planned on falling in love with you. ~~~




*Cuma iseng*